Pesan untuk setiap ibu dan ayah

Anakmu suka berdusta ; anda terlalu ketat mengevaluasi perbuatannya. Anakmu tidak punya rasa percaya diri ; anda tidak memberikan dorongan kepadanya. Anakmu lemah dalam bicara ; anda jarang mengajaknya berdialog.

Buka Puasa Bersama

Berbagi buka puasa untuk para santri tahfidz

tanpa judul

Manusia paling ganteng sedunuia yang sedang mengejar cinta

As Syifa Peduli

Assyifa Peduli merupakan lembaga kemanusiaan yang menghimpun berbagai sumber daya untuk melakukan aksi membangun, membina serta melayani sesama.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 06 Januari 2014

Zakat Biaya Pendaftaran Naik Haji

Assalamualaikum… Ustad.
Langsung saja, beberapa hari yang lalu ada pertanyaan dari nenak. Begini, beliau awal tahun ini (2010) menjual tanah seharga Rp 40 juta. Beliau ingin naik haji. Karena itu, dibayarkanlah Rp 25 juta untuk DP kuota kursi. Pemberangkatan baru tahun 2013. Sekarang beliau hanya memegang Rp 15 juta. Menurut kiai desa kami, nenek wajib mengeluarkan zakat pada Ramadan 2010 ini. Anehnya, zakat itu hanya dikeluarkan sekali alias tahun depan/berikutnya tidak perlu zakat lagi. Pertanyaannya, apakah memang benar begitu? Mohon penjelasan beserta dalilnya? Kalo memang wajib zakat, berapa jumlah uang yang harus dikeluarkan? Jawaban ditunggu segera, afwan jiddan wa syukron katsir…. Wassalam…
Wa’alaikum salam wr. wb. Terima kasih atas pertanyaannya Bapak Ridho yang baik.
Zakat merupakan rukun Islam ketiga yang seharusnya dilaksanakan — bersama puasa dan shalat — sebelum menunaikan ibadah haji. Ibadah hají dikenal sebagai ibadah maliyah-badaniyyah, yakni model ibadah yang hanya bisa dilakukan ketika kita memiliki kekuatan fisik dan harta.
Dalam ibadah haji tidak dikenal yang namanya zakat haji. Yang ada bahwa setiap orang mempunyai harta dan telah cukup nishabnya wajib mengeluarkan zakat. Kalau kemudian ada jamaah haji yang hendak berangkat ke tanah suci dihimbau dan mengeluarkan zakat, bukan berarti mereka membayar zakat haji. Mereka sebenarnya membayar zakat sebagaimana ketentuan zakat yang diperintahkan oleh syariat. Siapa pun yang melaksanakan ibadah haji tentu tengah menempuh perjalanan suci. Mereka hendak bertemu Allah di Tanah Suci dengan segala keyakinan dan kesuciannya demi memenuhi panggilan-Nya. Untuk itu, bekal yang harus dipersiapkan sebaiknya bersih, baik niat maupun harta yang digunakan. Firman Allah Ta’ala (yang artinya): “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (QS. At-Taubah (9):103) “
Jelasnya dalam kajian literatur kitab fiqih (baik klasik maupun kontemporer) termasuk dalam dalil-dalil Naqli hampir tidak ditemukan adanya kewajiban zakat haji, yang ada bahwa setiap orang yang memiliki harta kekayaaan senisab atau senilai 85 gram emas maka wajib berzakat.
Asumsi harga emas kini pergram Rp. 350.000 x 85 gram emas= Rp. 29.750.000,- . Sesuai informasi Bapak Ridho, bahwa Nenek bapak tahun ini (2010) menjual tanah seharga Rp 40 juta. Dengan uang tersebut nenek ingin naik haji. Karena harta tersebut sudah cukup nishab (batas minimal berzakat), maka Nenek Bapak wajib berzakat. Rp. 40.000.000 x 2,5% = Rp. 1.000.000,- Kalau calon jamaah haji sudah berzakat, tidak perlu berzakat lagi cukup dengan sedekah saja.
Menurut ulama pembayaran zakat wajib ditunaikan setiap setahun sekali. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw: "Tidak wajib membayar zakat sampai sudah berlalu satu tahun" (HR. Abu Dawud). Kecuali harta yang kita miliki tidak cukup nishab, maka tidak wajib berzakat. Demikian halnya dengan harta yang dimiliki nenek Bapak (saldonya Rp. 15.000.000) dikategorikan kurang nishab, dan tidak wajib zakat. Sebab, kekayaan yang belum mencapai nishab tidak terkena kewajiban zakat. Karena ketika seseorang belum memiliki kekayaan yang mencapai nishab, berarti masih masuk kategori miskin dan berhak mendapat zakat. Sedangkan ketika kekayaan mencapai nishab berarti sudah dapat mencukupi untuk kehidupan sehari-hari dalam waktu satu tahun. Sehingga ketika dikenakan zakat tidak akan membahayakan dirinya dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Rasulullah saw bersabda: Artinya: "Tidak wajib zakat kecuali orang kaya" (HR Bukhari)
Dalam Ushul al-Fiqh dikatakan, ’’al-muta’addy afdhal min al-qashir’’(ibadah yang manfaatnya dirasakan orang lain itu lebih utama Ketimbang ibadah yang manfaatnya hanya dirasakan sendiri). Ibadah model ini hanya dapat kita rasakan melalui media zakat. Membersihkan harta itu merupakan salah satu syarat ingin menjadi haji mabrur, yang diterima oleh Allah SWT. Kesucian harta harus dijaga karena dalam ibadah haji itu terkandung hikmah adanya kesucian jiwa atau besih dari dosa. Melaksanakan ibadah haji dengan uang yang tidak bersih maka hajinya tertolak.
Ulama menjelaskan bahwa hendaknya jamaah haji mengeluarkan semua zakat hartanya termasuk yang dipersiapkan untuk ONH. Untuk menyucikan harta tersebut, antara lain dengan jalan mengeluarkan zakat. Bagi jamaah haji dalam hal pembayaran zakat adalah merupakan momentum yang sangat baik. Kalau harta bersih dan suci, insyaAllah ibadah haji yang dilaksanakan juga dapat bersih sehingga mampu mengantarkan jamaah haji memperoleh haji mabrur. Kemabruran seseorang setelah menunaikan ibadah haji kiranya dapat dipertahankan dengan segala kesalehan amaliahnya, karena merupakan karunia Allah SWT yang abadi menuju kemuliaan, keunggulan dan keutamaan.
Al-hasil, menurut ulama fiqih tidak ada kewajiban zakat haji, melainkan ada kewajiban bagi setiap muslim yang memiliki harta cukup nishab dengan mengeluarkan zakat harta setiap tahunnya termasuk harta untuk ONH. Sebaliknya, jika harta yang dimiliki kurang nishab maka tidak wajib zakat dan sangat dianjurkan untuk bersedekah. Apalagi kalau ada keinginan nenek bapak untuk menunaikan ibadah haji. Salah satu indikasi haji mabrur adalah dapat memberi manfaat kesejahteraan kepada sesamanya. Maka dengan mengeluarkan zakat, secara langsung setiap jamaah haji telah ikut serta dalam pengembangan kesejahteraan umat. Sebab zakat yang dikeluarkan tersebut dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat.
Demikian semoga dapat dipahami. Waallahu A’lam.
Muhammad Zen, MA
http://assyifa-peduli.org/index.php/component/k2/item/8-zakat-biaya-pendaftaran-naik-haji

Haruskah Zakat Pakai Ijab Qobul?

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Saya mau bertanya ustadz, apakah memberikan zakat harus ada ijab qobulnya?? karena biasanya saya memberikan zakat secara langsung tanpa melalui BAZ.

Apakah pajak penghasilan yang harus dizakati itu penghasilan bruto atau netto(maksudnya penghasilan dikurangi kebutuhan primer dulu)

Mohon penjelasanya ustadz,

Wassalam.

Terima kasih atas pertanyaan hamba Allah yang budiman.

1. Ijab qabul adalah adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk menunjukkan suatu keridhaan dalam berakad di antara dua orang atau lebih. Berdasarkan pengertiaan di atas, dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan ijab qabul adalah suatu yang sengaja dilakukan oleh kedua belah pihak berdasarkan persetujuan masing-masing dan menunjukan kehendak kedua belah pihak.

Ada ulama yang menjelaskan bahwa menunaikan zakat harus terdapat akad penyerahan dan penerimaan zakat (wajib adanya ijab kabul). Jika tidak maka zakatnya dianggap sebagai sadaqah/sunnah saja. ijab qabul zakat hendaknya disebutkan secara jelas yaitu dengan menyatakan: “Aajaraka Allahu fi maa a’thaita wa baraka fi maa abqaita” (mudah-mudahan Allah memberikan pahala pada harta yang telah engkau berikan dan mudah-mudahan pula Allah memberikan keberkahan pada harta anda yang lainnya). Baik itu ditunaikan secara langsung kepada yang membutuhkan atau melalui BAZ/LAZ. Hal inilah yang dijelaskan Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili dalam bukunya ”Al-Fiqh al-Islam wa adillatuhu” menyerahkan zakat kepada mustahik langsung atau kepada wakilnya yaitu imam atau petugas zakat (BAZ/LAZ) merupakan rukun zakat.

Ada juga ulama yang menjelaskan bahwa ijab kabul di dalam penyerahan harta zakat sesungguhnya bukan hal yang mutlak menjadi syarat. Sehingga, bila tidak ada ijab kabul dalam zakat, maka zakat itu menjadi sah. Banyak pakar dan penggeliat zakat menjelaskan bahwa pembayaran zakat di masa datang, tak akan dikenali lagi ijab kobul. Jadi, orang tak lagi membaca doa pemberi zakat dan si penerima zakat tak perlu lagi mengucapkan doa penerima zakat sambil bersalaman seperti banyak terjadi di tempat penerima zakat yang dikenal selama ini.

Apalagi di era globalisasi ini kemajuan teknologi yang memberikan kemudahan kepada seseorang untuk beramal harus didorong yang penting niat ikhlas. Jika seseorang berzakat lewat SMS, sesungguhnya dia telah memiliki niat untuk berzakat. Dan ketika diterima oleh amil, maka amil pun menerimanya dan langsung mendoakannya. Karena itu, sah-sah saja berzakat atau berinfak melalui SMS meskipun ijab qabulnya tidak disertai dengan bersalaman antara muzakki dengan amil. Era modern ijab kabul dengan muka ketemu muka, memang sudah tidak dibutuhkan lagi. Sebab sistem ini sudah bisa menggantikan fungsi tersebut. Bahkan dalam jual beli yang sangat memperhatikan masalah ijab kabul, tetap bisa dilakukan secara online atau by phone. Apalagi dalam masalah setoran uang zakat, tentu lebih mudah lagi. Kemudahan transaksi keuangan dan ditopang kemajuan teknologi di berbagai perbankan juga membuat orang mempunyai banyak pilihan sehingga tak perlu bersusah payah dalam membayar zakat.

Justru ulama fiqih menegaskan syah atau tidaknya zakat semuanya tergantung niatnya. Oleh karena itu orang yang membayarkan zakatnya harus dengan niat membayar zakat, baik diucapkan maupun tidak diucapkan secara langsung. Adapun pelaksanaan niat itu ialah pada waktu melaksanakan zakat apakah hamba Allah memberikannya langsung kepada mustahik atau melalui lembaga zakat seperti BAZ/LAZ. Niat itu dengan ikhlas lillahi ta’ala, artinya zakat itu dilaksanakan karena diperintahkan diwajibkan oleh Allah, berharap semoga zakatnya diterima oleh Allah yang dengan sendirinya ia akan mendapat pahala balasan dan penuh keyakinan. Kesemuanya itu berdasar atas Al Qur’an surat Al Bayyinah (98:5): ”Mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama dengan lurus”.

Bahkan saat berzakat tidak diperkenankan untuk menyebut/menyakiti mustahik “Hai orang orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut~yebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia”. (QS. Al Baqarah (2) : 264). Jika zakat yang dikeluarkan diniatkan zakat maka menjadi ibadah zakat, tetapi kalau tidak diniatkan untuk zakat maka tidak menjadi zakat sehingga menjadi wajib zakat lagi.

Al-hasil, menurut penulis inti ijab dan qabul yaitu yang menunjukkan keridhaan dan keikhlasan dalam hati saat menyerahkan zakat. Apalagi kemajuan teknologi sangat mudah dipergunakan saat berzakat bisa via sms, kartu kredit, transfer maupun via internet dan sebagainya. Bahkan dalam jual beli yang sangat memperhatikan masalah ijab kabul, tetap bisa dilakukan secara online atau by-phone tanpa ijab qabul. Apalagi dalam masalah setoran uang zakat, tentu lebih mudah lagi. Karena itu, Kalau hamba Allah menyerahkan zakat secara langsung berarti sudah ada ijab dan qabul, namun perlu dipertegas niat hamba Allah dalam berzakat (secara jelas melafalkannya maupun di dalam hati). Menurut ulama fiqih memberikan zakat langsung ke mustahik dinilai syah. Namun pelaksanaan zakat akan lebih afdhal lagi apabila melalui BAZ/LAZ karena akan lebih banyak manfaatnya di samping sebagai syiar Islam.

2. Brutto atau Netto?
Pertanyaan yang kedua dari hamba Allah yaitu pajak penghasilan yang harus dizakati itu penghasilan bruto atau netto? Dalam hal ini, menurut hemat penulis mungkin penanya salah mengetik bukan pajak penghasilan tetapi zakat penghasilan/profesi itu brutto atau netto?

Zakat Penghasilan adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan bila telah mencapai nishab. Mengenai masalah ini ulama berbeda pendapat ada yang lebih berpendapat pada netto dan ada juga yang brutto. Alasan bagi pendukung netto, sebab pada dasarnya zakat baru wajib dikeluarkan setelah dikurangi kebutuhan pokok/kebutuhan primer. Allah berfirman, “dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan (zakatkan). Katakanlah: " yang lebih dari keperluan.” (QS. al Baqarah (2): 219). Model ini biasanya disebut dengan pendekatan netto.

Orang yang menghitung kebutuhan pokoknya terlebih dahulu sebelum berzakat, tidak bisa dipersalahkan, asal hitungannya adalah hitungan yang wajar, seperti pelunasan hutang cicilan bulanan. Tetapi sebagian ulama menganjurkan pendekatan brutto, demi kehati-hatian saja. Oleh karena itu, ulama pendukung ini sangat dianjurkan untuk menghitung zakat dari pendapatan kasar (brutto), untuk lebih menjaga kehati-hatian. Abu Ubaid dalam Kitab al-Amwal meriwayatkan: "Hubairah mengatakan bahwa Ibnu Mas’ud mengeluarkan zakat pemberian yang ia terima sebesar dua puluh lima (25) dari seribu (1000)." Berdasarkan hadits tersebut sahabat Ibnu Mas’ud mengeluarkan zakat secara brutto.

Lebih jelasnya untuk menghitung zakat penghasilan bisa dengan netto atau brutto
• Menghitung dari pendapatan kasar (brutto):
Besar Zakat yang dikeluarkan = Pendapatan total (keseluruhan) x 2,5 %

• Menghitung dari pendapatan bersih (netto):
Pendapatan wajib zakat=Pendapatan total – Pengeluaran perbulan*) x 2,5 %

Keterangan :
*) Pengeluaran perbulan termasuk : Pengeluaran diri, istri, 3 anak, orang tua yg jadi tanggungan dan Cicilan Rumah. Bila dia seorang istri, maka kebutuhan diri, 3 anak dan cicilan Rumah tidak termasuk dalam pengeluaran perbulan.

Alangkah indahnya kalau harta yang sudah cukup nishab menggunakan perhitungan brutto akan lebih utama, di banding dengan netto yang awalnya harta kita cukup nishab kemudian umumnya muzakki mencari-cari alasan biar supaya tidak berzakat, ini yang tidak dibenarkan. Ingatlah saudaraku Allah akan menyiksa hambanya yang enggan berzakat. ” …dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih” (QS. At-Taubah (9): 34).

Al-hasil, zakat secara langsung sebetulnya sudah terlaksana ijab dan qabul, apalagi ijab qabul untuk konteks teknologi modern boleh jadi menjadi hilang, yang terpenting adalah niat penunaian zakat baik secara netto maupun brutto. Semoga dapat dipahami.

Waallahu a’lam
Muhammad Zen, MA
http://assyifa-peduli.org/index.php/component/k2/itemlist/category/2-konsultasi-zakat